All Blog LAKSMI Talks #6: Gender Equity & Women Entrepreneurs in Indonesia’s Fisheries Sector | 29 August 2024
Over 80 attendees from across Indonesia joined our most recent LAKSMI Talks in a thought-provoking discussion that explored gender norms and roles in Indonesia’s fisheries, and identified challenges as well as opportunities/inspiration for growth and sustainability.
With over 15 years each of experience in GEDSI and working with fishing communities, Nilam Ratna (Yayasan MDPI), Moudy Cynthia (USAID Ber-IKAN), and Ririn Sefsani (NIRAS-AFD), inspired attendees in a deeper understanding of gender equity in the fisheries sector in Indonesia, including challenges, opportunities, gaps, capacity building, and policymaking. They emphasized the resilience and impact of women in this sector.
Takeaways from the discussion included the following:
Policy. Marine and fisheries policies are not always aligned with what is needed or experienced by women in local communities. Part of this is the lack of sufficient and relevant data, which contributes to an insufficient empirical basis for promoting positive changes in the policy making process. Furthermore, policy monitoring and evaluation is not consistent and does not include appropriate gendered indicators. And where good programs exist, there is not always sufficient budget to implement these.
Training. Training and capacity building in support of women in Indonesia’s fisheries exists, but there is insufficient coordination of these activities—for example among local government departments, ports and NGOs. Training needs to be followed by mentored implementation and should address personal and professional issues ranging from marketplace harassment to business planning, accreditation and financing.
Gender Norms and Women’s Leadership. Women and men have internalized inequitable gender norms, contributing—among other things—to a lack of women’s leadership in the fisheries sector. In promoting gender equity, we should not dictate how women and men should act. Key gender concepts should be introduced and trust needs to be built within local communities (i.e. “Do No Harm”). For women to succeed professionally and grow as leaders they need opportunities, technical skills and also to enjoy equality in the domestic sphere. Men must be allies in this process. And this is not just about women in fisheries: men and women in key policy positions also need to improve their understanding and support for gender equity.
Structural impediments. Many women working in the fisheries sector do so as contract labor and, therefore, enjoy few rights and little representation. At the community level, women fishers are often not involved in MUSDES (village deliberations), and when they are included this is typically in support roles–for example, in providing food. In some cases, women are not acknowledged as fishers on their KTP (identity card) and, therefore, are not eligible for Bansos (social assistance).
To watch the recording, please visit this link.
About LAKSMI Talks:
Saraswati initiated LAKSMI Talks as a platform that fosters dialogue, partnerships and action on gender equality, leadership, and entrepreneurship in diverse contexts. Through thought-provoking discussions and community engagement, LAKSMI Talks aims to inspire positive change and empower individuals, especially women, to drive impactful transformation in their communities.
Contact us at devi@saraswati.global for further information, inquiries, or to explore collaboration.
Follow us on Instagram and LinkedIn for information on our next LAKSMI Talks!
-------------------------------------------------------------------------------------------
LAKSMI Talks #6: Kesetaraan Gender & Pengusaha Perempuan di Sektor Perikanan Indonesia | 29 August 2024
Lebih dari 80 peserta dari seluruh Indonesia bergabung di acara LAKSMI Talks terbaru. Sesi diskusi pada acara tersebut mendorong pemikiran-pemikiran kritis mengenai norma dan peran gender dalam perikanan Indonesia, serta mengidentifikasi tantangan dan peluang/inspirasi untuk pertumbuhan dan keberlanjutan yang berkeadilan.
Para narasumber yang memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun dalam bidang gender dan kesetaraan di Indonesia serta bekerja dengan komunitas pesisir, antara lain Nilam Ratna (Yayasan MDPI), Moudy Cynthia (USAID Ber-IKAN), dan Ririn Sefsani (NIRAS-AFD). Para narasumber ini menginspirasi peserta untuk memahami lebih dalam tentang kesetaraan gender di sektor perikanan di Indonesia, termasuk tantangan, peluang, kesenjangan, pembangunan kapasitas, dan kebijakan. Mereka menekankan resiliensi dan peran penting perempuan di sektor ini.
Poin-poin yang kami garis bawahi dari diskusi ini antara lain:
Kebijakan. Kebijakan di sektor Kelautan dan Perikanan tidak selalu sejalan dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat pesisir dan tidak selalu sesuai dengan apa yang dialami oleh perempuan di komunitas ini. Kurangnya data yang cukup dan relevan, misalnya data terpilah gender, merupakan salah satu contoh hal yang berkontribusi pada kurangnya dasar pembuatan kebijakan yang sensitif gender. Selain itu, monitoring dan evaluasi kebijakan dan aturan yang telah ada masih kurang konsisten dan belum mencakup indikator gender yang tepat. Beberapa program yang telah ada sudah sensitif gender, akan tetapi seringkali tidak ada anggaran yang cukup untuk mengimplementasikannya.
Pelatihan. Pelatihan dan pembangunan kapasitas untuk mendukung perempuan di sektor perikanan Indonesia sudah ada, tetapi koordinasi kegiatan ini kurang memadai—misalnya, koordinasi antara departemen Pemerintah lokal, pelabuhan, dan LSM. Pelatihan perlu diikuti dengan pendampingan untuk mengimplementasikan apa yang telah dipelajari, dan seharusnya mencakup isu secara luas baik di level pribadi dan profesional mulai dari pelecehan di pasar hingga perencanaan bisnis, akreditasi, dan pembiayaan.
Norma Gender dan Kepemimpinan Perempuan. Perempuan dan laki-laki telah menginternalisasi norma gender yang tidak adil, yang berkontribusi—antara lain—pada kurangnya kepemimpinan perempuan di sektor Perikanan. Dalam mempromosikan kesetaraan gender, kita tidak seharusnya menentukan bagaimana perempuan dan laki-laki harus bertindak. Kunci dari konsep gender harus diperkenalkan yaitu, "Do No Harm", atau tidak ada siapapun yang dirugikan, baik laki-laki maupun perempuan. Agar perempuan berhasil secara profesional dan tumbuh sebagai pemimpin, mereka perlu mendapatkan kesempatan, keterampilan teknis, serta menikmati kesetaraan di semua ranah, baik di ranah domestik maupun pekerjaan. Laki-laki harus menjadi mitra dalam proses ini. Konteks gender di wilayah pesisir bukan hanya tentang perempuan di perikanan: laki-laki dan perempuan di posisi pengambil kebijakanjuga perlu meningkatkan pemahaman dan dukungan mereka untuk kesetaraan gender.
Hambatan struktural. Banyak perempuan yang bekerja di sektor perikanan sebagai tenaga kerja kontrak dan, oleh karena itu, hanya memiliki sedikit hak dan keterwakilan di ranah profesi. Di tingkat komunitas, nelayan perempuan seringkali tidak terlibat dalam MUSDES (musyawarah desa), dan ketika mereka dilibatkan, biasanya dalam peran pendukung—misalnya, dalam menyediakan makanan. Dalam beberapa kasus, perempuan tidak diakui sebagai nelayan di KTP (kartu identitas) dan menjadi penyebab mereka tidak memenuhi syarat untuk menerima Bansos (bantuan sosial) bagi nelayan.
Untuk melihat rekaman acara ini, silakan kunjungi link ini.
Tentang LAKSMI Talks:
Saraswati memulai LAKSMI Talks sebagai platform yang mendorong dialog, kemitraan, dan aksi terkait kesetaraan gender, kepemimpinan, dan kewirausahaan dalam berbagai konteks. Melalui diskusi yang memicu pemikiran dan keterlibatan komunitas, LAKSMI Talks bertujuan untuk menginspirasi perubahan positif dan memberdayakan individu, terutama perempuan, untuk mendorong adanya perubahan yang berdampak di komunitas mereka.
Hubungi kami di devi@saraswati.global untuk informasi lebih lanjut, pertanyaan, atau untuk menjajaki kolaborasi.
Ikuti kami di Instagram dan LinkedIn untuk informasi tentang LAKSMI Talks kami berikutnya!